Selasa, 22 Desember 2015

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang (web)
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang (web)

Hukuman Mati Bukan Solusi untuk Hentikan Korupsi

BANDUNG, FOKUSJabar.com: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang yang baru saja dilantik kemarin Senin (21/12/2015), mengeluarkan pernyataan yang kontroversial.
Saut menyatakan, dirinya tidak setuju dengan adanya wacana hukuman mati terhadap koruptor. Bahkan Saut menegaskan, dia akan memilih mundur dari KPK jika harus menghukum mati koruptor.
Pernyataan ini tentu saja mengundang berbagai kontroversi dari masyarakat. Sebagian mengaku setuju,  sebagian lagi mengutuk pernyataan Saut dan menuduh menjabatnya Saut di puncak lembaga anti korupsi itu adalah ‘titipan’ dari pihak tertentu yang hendak melemahkan KPK.
Sementara itu, Mantan Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto mengaku sependapat dengan masyarakat yang menganggap hukuman mati bukan cara untuk menyelesaikan masalah korupsi di Indonesia. Bibit membandingkan Indonesia dengan negara lain seperti Singapura dan Amerika, yang tidak menerapkan hukuman mati namun berhasil mengatasi masalah korupsi.
“Hukuman mati tidak akan menyelesaikan masalah. Singapore juga tidak ada hukuman mati, hukuman bagi koruptor di negara mereka hanya masa tahanan saja, tapi setelah tertangkap jadi koruptor, dia tidak akan bisa korupsi lagi karena sudah dilucuti oleh negara, hingga tidak punya apa-apa,” kata Bibit kepada PRFM.
Setelah memberikan pendapatnya mengenai kriteria yang harus dimiliki oleh pimpinan KPK, yang dinilainya tidak harus sangar, tapi dapat bersikap tegas dan pemberani, Bibit juga menegaskan bahwa yang menjadi kunci dalam menghentikan korupsi adalah masyarakat.
“Kita perlu menyadarkan masyarakat, masyarakat jangan hanya bisa menuntut tapi juga mulai coba berbuat, berbuat melawan korupsi di tempat mereka berada. Jangan mau dimintai uang pungli, jangan mentolerir perbuatan yang salah,” Tuturnya.
Bibit menjelaskan, masyarakat merupakan inti dari pemberantasan korupsi karena selain bisa melawan dan mencegah, memasyarakat juga bisa menjadi pihak pertama yang melaporkan jika ada tindakan korupsi di wilayahnya.
“Ya contohnya di Pilkada, untuk jadi calon saja harus bayar ke partai, lalu agar dipilih dia memberi uang, itu jangan mau, masyarakat harus belajar untuk tidak terlibat korupsi, jangan mentolelir korupsi di wilayahnya,” ungkapnya.
Mengenai revisi undang-undang KPK, Bibit mengaku tidak setuju. Menurut Bibit, jika peraturan dan undang-undang yang ada sudah baik, sudah berhasil melakukan pemberantasan korupsi, maka tidak perlu ada yang diubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar